Gaharu, Aromatik Termahal Di Dunia
Gaharu
adalah bahan aromatik termahal di dunia. Harga gaharu kualitas baik di
tingkat konsumen di pasar internasional, sekitar US $ 5 sd. 15 per
gram, (Rp 45.000,- sd. 135.000,-). Sedemikian tingginya nilai produk
gaharu, hingga penjualannya menggunakan bobot gram. Bukan ons atau kg.
Gaharu adalah bahan parfum, kosmetik dan obat-obatan (farmasi). Parfum
diperoleh dari hasil ekstraksi resin dan kayunya. Gaharu sudah dikenal
sebagai komoditas penting, semenjak jaman Mesir Kuno. Mumi mesir, selain
diberi rempah-rempah (kayumanis, cengkeh), juga diberi cendana dan
gaharu. Dalam injil, disebutkan bahwa kain kafan Yesus (Isa Al Masih),
diberi Aloe. Istilah ini bukan mengacu ke Aloe vera (lidah buaya),
melainkan kayu gaharu.
Itulah sebabnya kayu gaharu juga disebut
sebagai aloeswood (kayu aloe). Nama dagang lainnya adalah agarwood,
heartwood, dan eaglewood. Di pasar internasional, gaharu murni
diperdagangkan dalam bentuk kayu, serbuk dan minyak (parfum). Kayu
gaharu bisa dijadikan bahan kerajinan bernilai sangat tinggi, atau untuk
peralatan upacara keagamaan. Serbuk gaharu digunakan untuk dupa/ratus,
dan minyaknya merupakan parfum kelas atas. Serbuk gaharu sebagai dupa
akan dibakar langsung dalam ritual keagamaan. Baik Hindu, Budha,
Konghucu, Thao, Shinto, Islam dan Katolik. Kayu gaharu disebut sebagai
kayu para dewa. Aroma gaharu karenanya dipercaya mampu menyucikan altar
dan peralatan peribadatan lainnya.
Selain itu dupa gaharu juga
dimanfaatkan untuk mengharumkan ruangan, rambut dan pakaian para
bangsawan. Aroma gaharu akan digunakan sebagai aromaterapi di spa-spa
kelas atas. Selain untuk ritual keagamaan, parfum dan kosmetik, produk
gaharu juga sering dikaitkan dengan hal-hal yang berbau mistik. Baik
pemanfaatannya, terlebih lagi proses pencariannya dari alam. Pengambilan
gaharu dari hutan, memang selalu dilakukan secara tradisional, dengan
berbagai ritual dan kebiasaan setempat. Pencarian gaharu di lokasi
sulit, harus menggunakan pesawat terbang atau helikopter. Beberapa kali
pesawat terbang dan heli pencari gaharu, hilang di hutan belantara di
Kalimantan, hingga memperkuat kesan mistis produk gaharu.
# # #
Gaharu
adalah getah (resin, gubal) dari pohon genus Aquilaria, yang tumbuh di
hutan belantara India, Asia Tenggara (termasuk Indonesia) dan Cina
Selatan. Sampai saat ini, Indonesia masih merupakan pemasok produk
gaharu terbesar di dunia. Meskipun populasi tumbuhan Aquilaria cukup
besar, namun tidak semua pohon menghasilkan gaharu. Sebab resin itu baru
akan keluar, kalau tanaman terinfeksi oleh kapang (fungus) Phialophora
parasitica. Akibat infeksi, tanaman mengeluarkan getah yang aromanya
sangat harum. Getah ini akan menggumpal di dalam batang kayu. Para
pencari gaharu menyebut kayu dengan resin ini sebagai gubal. Tanaman
Aquilaria yang tidak terinfeksi Phialophora parasitica, tidak akan
beraroma harum.
Genus Aquilaria terdiri dari 22 spesies: A.
(Aquilaria) agallocha; A. apiculata; A. baillonii; A. banaensis; A.
beccariana; A. brachyantha; A. citrinicarpa; A. crassna; A. cumingiana;
A. filaria; A.grandiflora; A. hirta; A. malaccensis; A. microcarpa; A.
ophispermum; A. parvifolia; A. pentandra; A. rostrata; A. sinensis; A.
subintegra; A. urdanetensis; A. yunnanensis. Dari 22 spesies itu, yang
bisa terinfeksi kapang Phialophora parasitica hanya ada delapan spesies
yakni: A. agallocha; A. crassna; A. grandiflora; A. malaccensis; A.
ophispermum; A. pentandra; A. sinensis; dan Aquilaria yunnanensis.
Dari delapan spesies itu, yang paling potensial menghasilkan gaharu
adalah A. malaccensis dan A. agallocha.
Gaharu yang sekarang
beredar di pasaran, semuanya berasal dari perburuan dari hutan. Para
pencari gaharu, kadang-kadang tidak membedakan, mana kayu yang ada
gubalnya, dan mana yang tidak. Hingga semua pohon Aquilaria yang
dijumpai akan ditebang. Akibatnya, populasi kayu Aquilaria terus
terkikis dan makin langka. Dalam pertemuan ke 13 Convention on
International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES
CoP 13) di Bangkok, Thailand, 2 -14 Oktober 2004, genus Aquilaria telah
dimasukkan dalam apendik II. Hingga pengambilan gaharu dari alam,
sebenarnya dilarang. Tetapi karena tingginya nilai gaharu, maka
pencarian gaharu dari hutan terus berlangsung tanpa bisa dicegah.
Genus
Aquilaria adalah pohon dengan tinggi mencapai 20 m dan diameter batang
60 cm, yang tumbuh di hutan hujan tropika basah, mulai dari ketinggian 0
sampai dengan 1.000 m. dpl. Aquilaria bisa hidup pada berbagai jenis
tanah. Mulai dari tanah humus, berpasir, lempung, berkapur, sampai
berbatu-batu. Gaharu termasuk tanaman yang tahan kekeringan, dan juga
tahan hidup di bawah naungan. Tanaman yang masih muda, memang memerlukan
banyak air, dan naungan. Biasanya Aquilaria tumbuh di bawah tajuk palem
atau pakis-pakisan. Aquilaria berkembangbiak dari biji. Buah Aquilaria
berupa polong yang keras, dengan panjang antara 2,5 sd. 3 cm. Biji mudah
dikecambahkan di tempat yang lembap dan hangat, tetapi terlindung dari
panas matahari.
# # #
Dalam kondisi optimum, pohon Aquilaria
akan mampu tumbuh dengan sangat pesat. Yang dimaksud dengan kondisi
optimum adalah, suhu udara, kelembapan, sinar matahari, air dan unsur
haranya cukup. Meskipun Aquilaria tahan hidup di berbagai macam tanah,
tetapi dia akan tumbuh optimal di tanah humus yang subur, dengan topsoil
cukup tebal. Tidak semua Aquilaria yang tumbuh di hutan merupakah
penghasil gaharu. Produk gaharu, baru akan terjadi, apabila kayu
Aquilaria terinfeksi oleh kapang Phialophora parasitica. Tumbuhan
Aquilaria yang tidak terinfeksi kapang Phialophora parasitica, hanya
akan menjadi kayu biasa yang sama sekali tidak harum. Beda dengan
cendana (Sandal Wood, Santalum album), yang kayunya memang sudah harum.
Untuk
mempertahankan diri, tumbuhan Aquilaria yang sudah terinfeksi kapang
Phialophora parasitica akan menghasilkan getah resin (jawa: blendok).
Resin ini akan menggumpal dan membentuk gubal. Proses pembentukan gubal
berlangsung sangat lambat. Bisa puluhan bahkan ratusan tahun. Resin dan
bagian kayu yang terinfeksi inilah yang akan menghasilkan aroma harum
yang tidak ada duanya di dunia. Aroma gaharu ini sedemikian khasnya
hingga hampir tidak mungkin disintetis. Pembuatan gaharu sintetis,
hasilnya akan lebih mahal dibanding dengan gaharu alam. Proses
pembentukan gubal berlangsung sangat lama, juga merupakan salah satu
penyebab tingginya produk gaharu.
Kapang genus Phialophora
terdiri dari delapan spesies aktif: Phialophora americana, Phialophora
bubakii, Phialophora europaea, Phialophora parasitica, Phialophora
reptans, Phialophora repens, Phialophora richardsiae, dan Phialophora
verrucosa. Dari delapan spesies itu, yang berfungsi menginfeksi kayu
Aquilaria hanyalah kapang Phialophora parasitica. Spesies lainnya
merupakan kapang patogen, yang bisa menginfeksi manusia dan menimbulkan
gangguan penyakit. Malaysia dan Indonesia, sudah bisa mengisolasi kapang
Phialophora parasitica, untuk diinokulasikan ke pohon Aquilaria.
Di
Indonesia, penelitian gaharu antara lain dilakukan oleh Balitbang
Botani/LIPI, Badan Litbang Departemen Kehutanan dan Universitas Mataram
di Mataram, Lombok. Universitas Mataram, malahan sudah melakukan ujicoba
penanaman gaharu, dan menginfeksinya dengan kapang Phialophora
parasitica. Sayangnya, tanaman yang belum membentuk gubal itu sudah
dicuri orang. Para pencuri ini beranggapan, bahwa kayu gaharu sama
dengan cendana. Padahal cendana pun memerlukan waktu paling sedikit 30
tahun agar meghasilkan kayu dengan tingkat keharuman prima. Gaharu yang
sudah terinfeksi ini, masih memerlukan waktu puluhan tahun agar gubalnya
bisa dipanen.
# # #
Mengingat tingginya nilai gaharu, dan
juga kelangkaannya, maka budidaya gaharu sudah semakin mendesak. Membuat
hutan Aquilaria, bisa dilakukan dengan mudah. Sebab tumbuhan genus ini
relatif mudah dikembangbiakkan dan toleran dengan lokasi tumbuh yang
sangat ekstrim sekalipun. Mengisolasi kapang Phialophora parasitica juga
sudah bisa dilakukan di laboratorium Universitas Mataram. Menginfeksi
tumbuhan Aquilaria dengan kapang Phialophora parasitica juga sudah
berhasil diketemukan metodenya. Yang menjadi masalah, untuk
mengembangkannya dalam skala komersial, diperlukan jangka waktu lama.
Gaharu kualitas baik, baru akan terbentuk setelah proses selama puluhan
bahkan ratusan tahun.
Para pemilik modal, akan berpikir ulang
kalau investasinya baru akan kembali pada puluhan bahkan ratusan tahun
yang akan datang. Para pejabat di lingkup pemerintah daerah pun, juga
akan menolak untuk merancang proyek yang tingkat keberhasilannya baru
akan bisa diukur puluhan bahkan ratusan tahun kemudian. Belum lagi
gangguan masyarakat yang tidak terlalu tahu tentang gaharu. Mereka
menganggap bahwa tanaman Aquilaria yang sudah diinfeksi kapang
Phialophora parasitica, akan segera bisa ditebang untuk diambil
gaharunya. Ketidaktahuan masyarakat ini, juga disebabkan oleh sedikitnya
publikasi tentang gaharu. Para wartawan yang mengenal gaharu, jumlahnya
juga masih sangat sedikit.
Dalam situasi seperti ini, pencarian
gaharu di hutan menjadi satu-satunya alternatif. Di Papua, pencarian
gaharu bahkan dilakukan oleh para pengusaha dengan cara yang sangat
tidak bermoral. Para pengusaha tahu bahwa masyarakat Papua, sudah
kecanduan minuman keras. Hanya dengan disodori beberapa kaleng bir,
mereka sudah bersedia untuk mencari gaharu. Apabila gaharu sudah
diperoleh, para pengusaha pun menawarkan perempuan kepada penemu gaharu.
Perempuan-perempuan malang ini didatangkan dari Jawa, kebanyakan dengan
cara ditipu untuk dicarikan pekerjaan yang layak di Freeport atau
perusahaan HPH. Setibanya di Papua, mereka hanya dijadikan umpan
memperoleh gaharu.
0 komentar:
Posting Komentar